Minggu, 27 April 2008

Di Kaki Gunung Salak

Saya sedang masuk angin ketika mengetik blog ini.
Kemarin sabtu,
saya menemani tante saya melawat kerabat yang meninggal di Perumahan Gunung Salak Endah,
tepatnya di kaki Gunung Salak,
Bogor.
Saya dan tante saya naik kereta ekonomi dari Stasiun Pondok Cina,
untuk bertemu dengan teman-teman tante saya yang lain di Stasiun Bogor.
Sesampainnya di stasiun Bogor,
kami berdua bertemu dengan teman-teman itu di parkiran Matahari,
dekat Taman Topi.
Kami serombongan langsung melesat dengan mobil kantor tante saya,
mengejar waktu
karena beberapa orang Bogor bilang daerah yang akan kami kunjungi itu jauh sekali.
Mereka benar.
Awalnya,
kami mengambil arah kanan dari Stasiun Bogor,
kemudian lurus terus,
melewati IPB,
Stasiun Lolodan,
kampus IPB yang lain,
dan ke arah Jasinga.
Di daerah ini,
kami bertanya dengan tukang ojek setempat yang mengatakan bahwa kami harus ke arah Cibatog-Curug-Cigamea untuk mencapai daerah yang kami maksud.
Kamipun berbelok ke arah kiri.
Lurus terus.
Kiri-kanan hanyalah hamparan sawah dan rumah-rumah penduduk yang dicat warna-warni.
Lurus terus hingga dua jam.
Setelah itu,
kami melewati gapura besar Curug-Cigamea.
Nah,
di daerah inilah,
kami ketakutan.
Kabut sangat banyak dan hutan-hutan disebelah kiri-kanan membuat kami melayang ke film-film horor.
Udara pegununganpun mulai terasa.
Kemudian kami melewati gapura Taman Wisata Departemen Perhutani.
Satpam disini mengharuskan kami bayar,
empatribu satu orang.
Kami menolak dan mengatakan kami datang bukan untuk berwisata,
melainkan melayat.
Akhirnya,
mobil dipersilakan masuk.
Kami lurus terus,
menanjak,
kira-kira duajam,
melewati berbagai rintangan,
kabut,
pohon-pohon besar,
dan belokan-belokan tajam.
Di ujung jalan,
dekat Masjid Nurullah Rawabogo,
salah satu teman tante saya berdiri dan melambaikan tangan.
Wah,
akhirnya sampai juga.
Kamipun masuk ke rumah kerabat yang meninggal,
bersalaman dan berbasa-basi khas Indonesia.
Oleh tuan rumah,
kami dipersilakan naik ke lantai dua.
Di lantai ini,
saya seakan lupa waktu dan melupakan semua perjalanan menyeramkan tadi.
Bagaimana tidak,
pemandangan gunung salak sangat dekat terlihat,
dan jika kita memandang kebawah,
pepohonan rindang menyapa.
Sebuah daerah sejuk yang cocok untuk berlibur.
Setelah sepuluh menit kami ngobrol,
menikmati pastel dan lontong yang disajikan,
kami pamit.
Kamipun bergegas untuk melewati daerah berbahaya tadi sekali lagi...
rahmat dari Tuhan Yesus dan niat baik kami berkunjunglah yang mampu menghidupkan urat-urat nadi sang supir agar tidak ngantuk dan menerangi matabatin kami agar waspada dengan kabut dan mengantarkan kami pulang ke rumah masing-masing.



Catatan:
Semoga arwah almarhum Bapak Bensidin Ismangun diterima oleh Bapa dan keluarganya diberi ketabahan.

Tidak ada komentar: